Kamis, 05 Juni 2008

PKI

SIAPA DIA

BAMBANG PURWADINako di Sini Kosong 5suarasurabaya.net “Nako, disini kosong lima,” “Nako, masuk kosong lima,” “Kawan, saat ini saya berada di kilometer 25. Baru saja ada kecelakaan lalu lintas…,” Begitulah laporan BAMBANG PURWADI. Saat itu sarana yang tersedia hanya HT dan Porta 2. Itupun sudah paling canggih. Jaman handytalky (HT) dan Porta 2 di tahun 1990 memang dirasakan BAMBANG PURWADI yang waktu itu menjadi reporter Suara Surabaya (SS). BAMBANG yang kini menjabat Kepala Biro RCTI, TPI, dan Global TV Jawa Timur mengatakan saat itulah awal dari jurnalisme radio. Kedua alat itu memang wajib dibawa oleh para reporter. “Kemana-mana (porta 2-red) selalu dibawa. Padahal saya ini orangnya kecil, portanya besar. Bisa dibayangkan.,” ujarnya menggambarkan. Porta 2 saat itu masih menjadi alat perekam paling canggih, yang mempunyai 24 track. Misalkan menyimpan suara A di track 1 dan suara B di track 2, jika keduanya diputar bersamaan, seperti orang yang berdialog. Keberadaan HT pun demikian. Kalau Porta 2 diperlukan untuk merekam wawancara, maka HT penting untuk laporan ke Call Centre atau posko di kantor SS. Jika ingin laporan, maka reporter menyebutkan kode terlebih dahulu untuk kontak dengan posko, selayaknya bahasa-bahasa yang digunakan polisi. BAMBANG misalnya dipanggil dengan kode kosong 5, sedangkan posko kantor dipanggil dengan Nako (singkatan dari Kelana Kota). Kemudian si penerima yang piket di posko akan merekam laporan reporter, untuk kemudian diserahkan kepada penyiar dan dibaca. Perkembangan Suara Surabaya memasuki usianya ke-25 dinilai sebagai hal yang luar biasa. SS mampu menjurnaliskan masyarakat dan memasyarakatkan jurnalis. Menjadikan masyarakat sebagai reporter. Padahal, ketika SS baru memulai jurnalisme radionya, belum banyak yang tahu apa manfaat radio itu sendiri. Bahkan, SS dan para reporternya sempat dideskreditkan wartawan, narasumber, dan media massa lain. Yang mereka tahu saat itu hanya TVRI dan RRI. Setidaknya itulah yang dirasakan oleh alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi-Almamater Wartawan Surabaya (STIKOSA AWS) ini. Tahun 1990, BAMBANG bergabung dengan SS. Saat itu, hanya ada 3 reporter yang tercatat di SS, yaitu DENNY REKSA, DRIYANTAMA, dan BAMBANG sendiri. Diakui BAMBANG, SS merupakan radio swasta jurnalisme yang pertama. “Yang pertama kali tahu manfaat radio, kecepatan, kelebihannya ya Polisi.,” katanya saat dihubungi suarasurabaya.net, Selasa (15/04/2008). Setelah mendapat kepercayaan dari pihak kepolisian, BAMBANG pun memandu program Peta Kamtibmas (Kemanan Ketertiban Masyarakat) Jawa Timur. Peta Kamtibmas adalah acara talk show bersama KUSPARMONO IRSAN, Kapolda Jatim periode 1990-1992 yang membahas kejadian-kejadian kriminal yang menonjol di Jawa Timur sekitar tahun 1991-1992. Berbeda dengan talk show sekarang dimana pendengar bisa langsung berinteraksi dengan narasumber,di era BAMBANG, ia harus menghimpun pertanyaan pendengar terlebih dulu seminggu sebelumnya, baru kemudian dijawab Kapolda ketika talk show berlangsung, seperti kasus suap yang melibatkan polisi. “Audiensi dengan Kapolda Jatim, yang ngisi KUSPARMONO IRSAN. Saya datang ke Kapolda. Pertanyaan-pertanyaan pendengar dihimpun, terus dijawab Kapolda. Jadi taping,” terangnya. Acara ini merupakan acara pertama yang bertujuan untuk menjembatani masyarakat dengan polisi. Sehingga polisi bisa memahami masyarakat dan sebaliknya. “SS menjadi acuan bagi masyarakat untuk berinteraksi,” tegas pria yang juga sebagai Kepala Biro Harian Seputar Indonesia ini. BAMBANG ingat pengalaman tak terlupakan ketika harus laporan kecelakaan dari jalan tol. Beberapa saat setelah terjadi kecelakaan, jalan tol ditutup sementara. Agar laporan dapat didengar, BAMBANG harus mencari posisi untuk mendapatkan sinyal. Namun, ternyata ia harus menunggu karena si penerima yang berada di kantor masih belum siap. Masalah kemudian muncul ketika bertepatan dia laporan, ternyata jalan tol dibuka, padahal saat itu dia berada di tengah jalan tol karena sinyal yang bagus dia dapatkan di posisi itu. “Saya laporan dari jalan tol. Agar dapat sinyal bagus, cari posisi, di tengah tol. Waktu itu, jalan tol ditutup. Tapi nunggu karena kantor belum siap. Pas laporan, ternyata jalan tolnya dibuka. Bayangin, saya laporan, kendaraan-kendaraan sudah jalan,” ceritanya sambil tertawa mengingat kejadian itu. Laporan juga tidak selalu mulus. Suatu saat, dia keliling mencari jalan yang macet. Setelah dia menemukannya, ia pun menguhubungi kantor untuk laporan. Ketika dia laporan dan sampai pada harus menyebutkan nama jalan, BAMBANG baru sadar kalau dia lupa nama jalan yang macet itu. Padahal, saat itu si penerima di kantor sudah merekam. Jika terjadi seperti ini, ya harus direkam ulang. Menurut BAMBANG yang sebelum di SS sempat freelance di Kantor Berita Nasional Indonesia (KNI) ini, SS konsisten dalam melatih reporternya. Para reporter sering diikutkan berbagai pendidikan reportase. “Saya pernah ikut pelatihan local news oleh Radio Jerman Goethe di Bandung,” paparnya. Meski bergabung dengan SS hanya 3 tahun-tahun 1993 ia pindah ke SCTV sebelum akhirnya ke RCTI-, ia menganggap SS merupakan tempat penempaan yang paling berharga. “Dari orang awam, mengenal olah vokal, reportase, mengajarikan reporter untuk tidak kenal lelah, aktif, kritis, tidak mengeluh. Karena itulah dasar jurnalis. Itu jadi bekal saya menuju sekarang,” tutur Komisaris Jaringan radio MNC ini. Ia berharap di usia yang ke-25, SS tidak berhenti untuk berinovasi, karena di masa yang akan datang kebutuhan informasi semakin beragam. “SS dari dulu inovatif. Jangan berhenti berinovasi. Ke depan kebutuhan informasi semakin beragam dan masyarakat menghendaki informasi yang variatif dan menarik,” tukasnya. “Selamat ulang tahun kepada SS. Terima kasih atas bekal yang diberikan, pengalaman, pengetahuan, ketrampilan untuk pribadi dan profesi saya. Kalaupun perusahaan tempat saya berkerja sekarang menikmati kinerja saya, itu juga berkat SS,” ucapnya berterima kasih pernah diberi kesempatan berkiprah di SS.